TRAUMA PADA SALURAN KEMIH
I.
TRAUMA PADA SALURAN KEMIH
1)
a.
TRAUMA BLADDER
A.
Definisi
Trauma tumpul atau
penetrasi perlukaan pada bladder yang mungkin dapat/tidak dapat menyebabkan
ruptur bladder. Trauma bladder sering berhubungan dengan kecelakaan mobil saat
sabuk pengaman menekan bladder, khususnya bladder yang penuh.
B.
Etiologi dan faktor resiko
Kandung kencing
yang penuh dengan urine dapat mengalami rupture oleh tekanan yang kuat pada
perut bagian bawah. Cidera ini umumnya terjadi karena pemakaian sabuk pengaman
pada klitis.
Manifestasi klinik
Trauma bladder
selalu menimbulkan nyeri pada abdomen bawah dan hematuria. Jika klien mempunyai
riwayat trauma pada abdomen, itu merupakan faktor predisposisi trauma bladder.
Klien dapat menunjukkan gejala kesulitan berkemih.
Test
diagnostik pada trauma bladder meliputi
IVP dengan lateral views atau CT scan saat bladder kosong dan penuh,
atau csytogram. Jika darah keluar dari meatus, disrupsi uretral mungkin telah
terjadi. Pada kasus ini, klien tidak boleh dikateterisasi sampai dilitis.
C.
Manifestasi klinik
Trauma bladder
selalu menimbulkan nyeri pada abdomen bawah dan hematuria. Jika klien mempunyai
riwayat trauma pada abdomen, itu merupakan faktor predisposisi trauma bladder.
Klien dapat menunjukkan gejala kesulitan berkemih.
Test
diagnostik pada trauma bladder meliputi
IVP dengan lateral views atau CT scan saat bladder kosong dan penuh, atau
csytogram. Jika darah keluar dari meatus, disrupsi uretral mungkin telah
terjadi. Pada kasus ini, klien tidak boleh dikateterisasi sampai disrupsi
tersebut teratasi.
D.
Manajemen medis
Tindakan pertama
pada trauma bladder adalah insersi kateter foley atau kateter suprapubik untuk
memonitor hematuria dan menjaga agar bladder tetap kosong sampai sembuh. Cidera
karena contusio atau perforasi kecil dapat diperbaiki dengan pembedahan.
E.
Manajemen keperawatan
Pengkajian
terhadap klien yang dicurigai mengalami trauma bladder merupakan hal yang
penting. Perawat harus selalu memonitor urine output klien untuk mengetahui
jumlah atau adanya hematuria. Perawat harus mencatat penurunan urine output
yang berhubungan dengan intake cairan klien. Insersi kateter harus dilakukan
secara hati-hati pada klien yang dicurigai mengalami trauma bladder.
F.
Manajemen keperawatan pada
klien bedah
Pada pasien post
operative, perawat harus mempertahankan drainase urine untuk mencegah tekanan
pada jaritan kandung kemih. Karena klien memakai cateter uretra atau suprapubik
maka penting diberikan informasi kepada klien tentang perawatan kateter.
Kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan perawatan dirinya harus ditingkatkan
sehingga mampu merawat dirinya di rumah. Rujuk untuk perawatan setelah keteter
dicabut. Berikan pula informasi mengenai latihan untuk memulihkan fungsi
otot-otot kandung kemih.
b.
TRAUMA URETRA
Uretra, sama
seperti bladder, dapat mengalami cidera/trauma karena fraktur pelvic. Terjatuh
dengan benda membentur selangkangan (stradle injury) dapat menyebabkan contusio
dan laserasi pada uretra. Misalnya saat jatuh dari sepeda. Trauma dapat juga
terjadi saat intervensi bedah. Luka tusuk dapat pula menyebabkan kerusakan pada
uretra.
Kerusakan uretra
ini diindikasikan bila pasien tidak mampu berkemih, penurunan pancaran urine,
atau adanya darah pada meatus. Karena kerusakan uretra, saat urine melewati
uretra, proses berkemih dapat menyebabkan ekstravasasi saluran urine yang
menimbulkan pembengkakan pada scrotum atau area inguinal yang mana akan
menyebabkan sepsis dan nekrosis. Darah mungkin keluar dari meatus dan
mengekstravasasi jaringan sekitarnya sehingga menyebabkan ekimosis. Komplikasi
dari trauma uretra adalah terjadinya striktur uretra dan resiko impotent.
Impotensi terjadi karena corpora kavernosa penis, pembuluh darah, dan suplay
syaraf pada area ini mengalami kerusakan.
Penatalaksanaan
trauma uretra meliputi pembedahan dengan pemakaian kateter uretra atau
suprapubik sebelum sembuh, atau pemasangan kateter uretra/suprapubik dan
membiarkan urethra sembuh sendiri selama 2 – 3 minggu tanpa pembedahan. Selama
periode tersebut pasien dimonitor untuk terjadinya infeksi atau ekstravasasi
urine.
TRAUMA URETER
Lokasi ureter
berada jauh di dalam rongga abdomen dan dilindungi oleh tulang dan otot,
sehingga cidera ureter karena trauma tidak umum terjadi. Cidera pada ureter
kebanyakan terjadi karena pembedahan. Perforasi dapat terjadi karena insersi
intraureteral kateter atau instrumen medis lainnya. Luka tusuk dan tembak juga
dapat juga membuat ureter mengalami trauma. Dan meskipun tidak umum, tumbukan
atau decelerasi tiba-tiba seperti pada kecelakaan mobil dapat merusak struktur
ureter. Tindakan kateterisasi ureter yang menembus dinding ureter atau
pemasukan zat asam atau alkali yang terlalu keras dapat juga menimbulkan trauma
ureter.
Trauma ini kadang
tidak ditemukan sebelum manifestasi klinik muncul. Hematuria dapat terjadi,
tapi indikasi umum adalah nyeri pinggang atau manifestasi ekstravasasi urine.
Saat urine merembes masuk ke jaringan, nyeri dapat terjadi pada abdomen bagian
bawah dan pinggang. Jika ekstravasasi berlanjut, mungkin terjadi sepsis, ileus
paralitik, adanya massa intraperitoneal yang dapat diraba, dan adanya urine
pada luka terbuka. IVP dan ultrasound diperlukan untuk mendiagnose trauma
ureter ini. Pembedahan merupakan tindakan utama untuk memperbaiki kerusakan,
mungkin dengan membuat anastomosis. Kadang-kadang prosedur radikal seperti
uterostomy cutaneus, transureterotomy, dan reimplantasi mungkin dilakukan.
DIAGNOSA
PERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL (Post operatif)
1.
Resiko tinggi kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan adanya stoma, aliran/rembesan urine dari
stoma, reaksi terhadap produk kimia urine.
2.
Gangguan body image berhubungan
dengan adanya stoma, kehilangan kontrol eliminasi urine, kerusakan struktur
tubuh ditandai dengan menyatakan perubahan terhadap body imagenya, kecemasan
dan negative feeling terhadap badannya.
3.
Nyeri berhubungan dengan
disrupsi kulit/incisi/drains, proses penyakit (cancer/trauma), ketakutan atau
kecemasan ditandai dengan menyatakan nyeri, kelelahan, perubahan dalam vital
signs.
4.
Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan inadekuatnya pertahanan tubuh primer (karena kerusakan
kulit/incisi, refluk urine).
5.
Gangguan eliminasi urine
berhubungan dengan trauma jaringan, edema postoperative ditandai dengan urine
output sedikit, perubahan karakter urine, retensi urine.
6.
Resiko tinggi disfungsi seksual
berhubungan dengan gangguan struktur body dan fungsinya, response pasangan yang
tidak adekuat, disrupsi respon seksual misalnya kesulitan ereksi.
7.
Deficit pengetahuan tentang
kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kehilangan
kemampuan untuk menangkap informasi, misinterpretasi terhadap informasi
ditandai dengan menyatakan miskonsepsi/misinterpretasi, tidak mampu mengikuti
intruksi secara adekuat.
Komentar
Posting Komentar