Asuhan Keperawatan pada Nefrotic SyndromE
BAB 1
PENDAHULUAN
Nefrotic
syndrome merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan proteinuria,
hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema. Kadang-kadang disertai
hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus. Sebab pasti
belum jelas, dianggap sebagai suatu penyakit autoimun.
Secara umum etiologi dibagi menjadi
nefrotic syndrome bawaan, sekunder, idiopatik dan sklerosis glomerulus.
Penyakit ini biasanya timbul pada 2/100000 anak setiap tahun. Primer terjadi
pada anak pra sekolah dan anak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan.
Peran perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan sangat penting karena pada pasien nefrotic syndrome sering timbul
berbagai masalah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan manusia. Perawat diharapkan
memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Fokus asuhan keperawatan
adalah mengidentifikasi masalah yang timbul, merumuskan diagnosa keperawatan,
membuat rencana keperawatan, melaksanakan dan mengevaluasi tindakan yang telah
diberikan apakah sudah diatasi atau belum atau perlu modifikasi.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
1.1 Konsep Nefrotik Syndrome (NS)
1.
Pengertian.
NS adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbunemia
dan hiperkolesterolemia (Rusepno, H, dkk. 2000, 832).
2.
Etiologi
Sebab pasti belum jelas. Saat ini dianggap sebagai suatu penyakit
autoimun. Secara umum etiologi dibagi menjadi :
a.
Nefrotic syndrome bawaan.
Gejala khas
adalah edema pada masa neonatus.
b.
Nefrotic syndrome sekunder
Penyebabnya
adalah malaria, lupus eritematous diseminata, GNA dan GNK, bahan kimia dan
amiloidosis.
c.
Nefrotic syndrome idiopatik
d.
Sklerosis glomerulus.
3.
Patofisiologi.
Adanya peningkatan permiabilitas glomerulus
mengakibatkan proteinuria masif sehingga terjadi hipoproteinemia. Akibatnya
tekanan onkotik plasma menurun karean adanya pergeseran cairan dari
intravaskuler ke intestisial.
Volume plasma, curah jantung dan kecepatan
filtrasi glomerulus berkurang mengakibatkan retensi natrium. Kadar albumin
plasma yang sudah merangsang sintesa protein di hati, disertai peningkatan
sintesa lipid, lipoprotein dan trigliserida.
|
||||||||||
|
||||||||||
4.
Gejala klinis.
-
Edema, sembab pada kelopak mata
-
Rentan terhadap infeksi
sekunder
-
Hematuria, azotemeia,
hipertensi ringan
-
Kadang-kadang sesak karena
ascites
-
Produksi urine berkurang
5.
Pemeriksaan Laboratorium
-
BJ urine meninggi
-
Hipoalbuminemia
-
Kadar urine normal
-
Anemia defisiensi besi
-
LED meninggi
-
Kalsium dalam darah sering
merendah
-
Kadang-kdang glukosuria tanpa
hiperglikemia.
6.
Penatalaksanaan
-
Istirahat sampai edema sedikit
-
Protein tinggi 3 – 4 gram/kg
BB/hari
-
Diuretikum
-
Kortikosteroid
-
Antibiotika
-
Punksi ascites
-
Digitalis bila ada gagal
jantung.
1.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Nefrotic Syndrome
1.
Pengkajian
a.
Identitas.
Umumnya 90 %
dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000 anak terjadi
pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio
laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak
mengalami komplikasi nefrotic syndrome.
b.
Riwayat Kesehatan.
1)
Keluhan utama.
Badan bengkak,
muka sembab dan napsu makan menurun
2)
Riwayat penyakit dahulu.
Edema masa
neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia.
3)
Riwayat penyakit sekarang.
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu
makan menurun, konstipasi, diare, urine menurun.
c.
Riwayat kesehatan keluarga.
Karena kelainan
gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan
bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
d.
Riwayat kehamilan dan
persalinan
Tidak ada
hubungan.
e.
Riwayat kesehatan lingkungan.
Endemik malaria
sering terjadi kasus NS.
f.
Imunisasi.
Tidak ada
hubungan.
g.
Riwayat pertumbuhan dan
perkembangan.
Berat badan =
umur (tahun) X 2 + 8
Tinggi badan = 2
kali tinggi badan lahir.
Perkembangan psikoseksual : anak berada
pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari
beberapa daerah erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin beda,
oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks
untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah.
Perkembangan psikososial : anak berada pada
fase pre school (inisiative vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk
belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak akan
merasa bersalah dan menjadi anak peragu.
Perkembangan kognitif : masuk tahap pre
operasional yaitu mulai mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan
meniru, menggunakan alat-alat sederhana.
Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari,
menggambar orang dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga,
menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang,
mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang
dewasa.
Respon hospitalisasi : sedih, perasaan
berduka, gangguan tidur, kecemasan, keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah,
regresi, perasaan berpisah dari orang tua, teman.
h.
Riwayat nutrisi.
Usia pre school
nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status gizinya adalah
dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %, dengan
interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 %
(gizi baik).
i.
Pengkajian persistem.
a)
Sistem pernapasan.
Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit,
rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena distensi abdomen
b)
Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 – 110
X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg, hipertensi ringan bisa dijumpai.
c)
Sistem persarafan.
Dalam batas
normal.
d)
Sistem perkemihan.
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.
e)
Sistem pencernaan.
Diare, napsu
makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi berat,
hernia umbilikalis, prolaps anii.
f)
Sistem muskuloskeletal.
Dalam batas normal.
g)
Sistem integumen.
Edema
periorbital, ascites.
h)
Sistem endokrin
Dalam batas
normal
i)
Sistem reproduksi
Dalam batas normal.
j.
Persepsi orang tua
Kecemasan orang
tua terhadap kondisi anaknya.
2.
Diagnosa dan Rencana
Keperawatan.
a)
Kelebihan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas
glomerulus.
Tujuan volume
cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil penurunan edema, ascites,
kadar protein darah meningkat, output urine adekuat 600 – 700 ml/hari, tekanan
darah dan nadi dalam batas normal.
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Catat intake dan output
secara akurat
2.
Kaji dan catat tekanan darah,
pembesaran abdomen, BJ urine
3.
Timbang berat badan tiap hari
dalam skala yang sama
4.
Berikan cairan secara
hati-hati dan diet rendah garam.
5.
Diet protein 1-2 gr/kg
BB/hari.
|
Evaluasi harian keberhasilan terapi dan
dasar penentuan tindakan
Tekanan darah dan BJ urine dapat
menjadi indikator regimen terapi
Estimasi penurunan edema tubuh
Mencegah edema bertambah berat
Pembatasan protein bertujuan untuk
meringankan beban kerja hepar dan
mencegah bertamabah rusaknya hemdinamik ginjal.
|
b)
Perubahan nutrisi ruang dari
kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein
dan penurunan napsu makan.
Tujuan kebutuhan
nutrisi akan terpenuhi dengan kriteria hasil napsu makan baik, tidak terjadi
hipoprtoeinemia, porsi makan yang dihidangkan dihabiskan, edema dan ascites
tidak ada.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Catat intake dan output makanan secara akurat
2. Kaji adanya anoreksia, hipoproteinemia, diare.
3. Pastikan anak mendapat makanan dengan diet yang cukup
|
Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh
Gangguan nuirisi dapat terjadi secara
perlahan. Diare sebagai reaksi edema intestinal
Mencegah status nutrisi menjadi lebih
buruk
|
c)
Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
Tujuan tidak
terjadi infeksi dengan kriteria hasil tanda-tanda infeksi tidak ada, tanda
vital dalam batas normal, ada perubahan perilaku keluarga dalam melakukan
perawatan.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Lindungi anak dari orang-orang yang terkena infeksi melalui
pembatasan pengunjung.
2. Tempatkan anak di ruangan non infeksi
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan.
4. Lakukan tindakan invasif secara aseptik
|
Meminimalkan masuknya organisme
Mencegah terjadinya infeksi nosokomial
Mencegah terjadinya infeksi nosokomial
Membatasi masuknya bakteri ke dalam
tubuh. Deteksi dini adanya infeksi dapat mencegah sepsis.
|
d)
Kecemasan anak berhubungan
dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi).
Tujuan kecemasan
anak menurun atau hilang dengan kriteria hasil kooperatif pada tindakan
keperawatan, komunikatif pada perawat, secara verbal mengatakan tidak takur.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Validasi perasaan takut atau cemas
2. Pertahankan kontak dengan klien
3. Upayakan ada keluarga yang menunggu
4. Anjurkan orang tua untuk membawakan mainan atau foto keluarga.
|
Perasaan adalah nyata dan membantu pasien
untuk tebuka sehingga dapat menghadapinya.
Memantapkan hubungan, meningkatan ekspresi perasaan
Dukungan yang terus menerus mengurangi
ketakutan atau kecemasan yang dihadapi.
Meminimalkan dampak hospitalisasi
terpisah dari anggota keluarga.
|
BAB 3
TINJAUAN KASUS
Pengkajian
diambil pada tanggal 16 April 2002 di Ruangan Anak RSUD
Dr. Soetomo Surabaya dengan diagnosa medik Nefrotic Syndrome. Anak masuk rumah
sakit tanggal 16 April 2002 dengan nomor register 10153559.
1.
Identitas.
Nama : An. Lia
Umur : 5 tahun (23 Juli 1997).
Jenis kelamin : perempuan
Agama : Islam
|
Nama ayah : Tn. Yakiyah (34 tahun).
Pendidikan : SMP tidak
lulus
Pekerjaan : petani
Nama ibu : Ny. Tumini (33 tahun).
Pendidikan : SD tidak lulus
Pekerjaan : petani
Alamat : Desa Karangpilang, Kec. Modo,
Lamongan
Agama : Islam
Suku : Jawa
|
2.
Riwayat Kesehatan
a.
Keluhan utama.
Mengeluh muka
dan badan bengkak, perut tambah besar, kencing jarang dan sedikit.
b.
Riwayat penyakit dahulu.
Agustus 2001,
klien mengalami bengkak pada muka, kaki dan perut tambah besar. Oleh keluarga
diperiksakan ke dokter di Lamongan dan dapat pil hijau 3 X ½ selama satu
minggu. Setelah bengkak turun, pasien tidak kontrol lagi.
c.
Riwayat penyakit sekarang.
Tanggal 16 April
2002 pagi, pasien tidak mau makan karena sakit perut, tegang, muka tangan dan
kaki mulai bengkak. Sesak, klien dibawa ke dokter dan kemudian dirujuk ke RSUD
Dr. Soetomo Surabaya.
d.
Riwayat kehamilan dan
persalinan.
Antenatal : saat hamil ibu pernah sakit jantung/paru-paru. Dan minum
obat dari dokter di rumah sakit, Kontrol kehamilan di bidan satu bulan sekali
secara teratur.
Natal : klien lahir dibantu dukun (bidan tidak ada). Berat 3 kg,
usia kehamilan 9 bulan, lahir spontan, langsung menangis.
Neonatal : warna kulit merah, pucat, kejang dan lumpuh tidak
ada, menangis kuat.
e.
Imunisasi
BCG 1 kali, DPT
3 kali, polio 3 kali, campak 1 kali dan TT satu kali.
f.
Riwayat tumbuh kembang
Berat badan 16
kg, panjang badan 102 cm, perkembangan fisik dan mental meliputi dapat
menghitung jari 1 – 10, menyebut warna merah, hijau, kuning dan biru, menurut
ibu klien kalau sehat anak bermain dengan teman seusianya.
g.
Status nutrisi
Status gii 16/18
X 100 % = 88,9 %.
Sejak sakit
tahun 2001, klien tidak makan ikan laut dan telur. Dari dokter dianjurkan juga
tidak makan asinan dan makanan snack yang mengandung banyak penyedap rasa.
Tetapi anak tidak mau karena kesukaan seperti mie remes, chiki dan snack
lainnya. Klien akan mengamuk jika tidak diberikan. Dua hari sebelum MRS minum
air putih bisa sampai 1 liter/hari, tidak mau minum susu dan makan, mual dan
sakit perut.
3.
Pengkajian per sistem.
a.
Sistem pernapasan.
RR 40 X/menit
(takipnea), ronki positif dan whezeeng negatif, terpasang oksigen nasal 2
L/menit.
b.
Sistem kardiovaskuler.
Nadi 148
x/menit, reguler, Tekanan darah 90/60 mmHg, berbaring, tangan kanan, suara
jantung S1S2 tunggal di midklafikula 5 sinestra.
c.
Sistem persarafan
Kesadaran
komposmentis, rewel, gelisah, reaksi pupil baik.
d.
Sistem Perkemihan
Menurut ibunya
sejak pagi klien jarang kencing walaupun minumnya tetap, kalau kencing klien
ngompol, blass kosong.
e.
Sistem pencernaan.
Abdomen tegang,
kembung, bising usus normal suara lemah. Klien tidak mau makan karena sakit,
nyeri abdomen, saat diraba dan diperkusi klien menangis dan menjerit. Vena
abdomen menonjol, ascites, BAB positif, mencret sedikit-sedikit, berlendir,
minum air putih + 300 cc.
f.
Sistem muskuloskeletal.
Kekuatan otot 5
– 5 pada ekstremitas atas dan 3 – 3 ekstremitas bawah.
g.
Sistem integumen.
Edem ekstremitas
atas dan bawah, akral hangat, suhu/aksila 392 0C, muka sembab,
nampak pucat.
h.
Sistem reproduksi
Dalam batas
normal.
i.
Sistem endokrin
Tidak ada
riwayat alergi.
4.
Respon keluarga.
Kelaurga atau
ibu cemas akan keadaan anaknya karena biaya sudah banyak yang dikeluarkan
tetapi klien tidak sembuh. Terlebih saat ini biaya menipis dan keluarga sudah
mengurus JPS. Keluarga berharap klien cepat sembuh agar cepat pulang.
5.
Pemeriksaan penunjang.
Tanggal
16-4-2002
Laboratorium : WBC 8,2 K/uL ; Hb 13,1 g/dl ; Hct 38 % ; albumin 0,87
gr % (3,6-5 gr %), BUN 16 mg % (5-10 mg %) dan creatinin serum 0,51 mg %
(0,75-1,25 mg %), kalium 3,0 meq/L, natrium 128 meq/L, kalsium 6,29 meq/L,
kolesterol 373 mg/dl.
Urine lengkap : pH 5,0 ; leukosit negatif ; nitrogen negatif,
protein 75 mg/dl (positif) ; eritrosit 25/uL (positif)
Radiologi : foto thoraks : cor besar dan bentuk normal, pulmo tidak
tampak infiltrat, kedua sinus phrenicol costalis tajam, dengan kesimpulan tidak
tampak tanda lung edema.
6.
Pengobatan/therapi.
Lasiks 3 X 18 mg
Diit TKTPRL
Transfusi plasma
200 cc, prelasiks 1 ampul
Analisa data
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
|||||||||||||||||
Subyektif :
-
menurut ibu klien ;pernah
mengalami sakit yang sama bulan Agustus 2001
-
sejak 16 April 2002 pagi muka,
tangan dan kaki mulai bengkak.
Obyekif :
-
edema ekstremitas atas dan bawah,
muka sembab, ascites,venaabdomen menonjol, albumin 0,87 g/dl, protein urine
75 mg/dl (positif) dan roncii pada paru kiri dan kanan.
|
Kelainan-kelainan
glomerulus
Albuminuria
Hipoalbuminemia
Tekanan
onkotik koloid plasma menurun
Volume plasma meningkat
Retensi
natrium renal meningkat
Edema
Kelebihan
volume cairan
|
Kelebihan
volume cairan tubuh
|
|||||||||||||||||
Subyektif :
-
menurut ibu 2 haris SMRS klien
tidak mau makan, mual dan mengeluh perut sakit
Obyektif :
-
status gizi 88,9% (gizi kurang),
edema, ascites, albumin 0,87 g/dl, klien hanya mau makan satusendok makan.
|
Hipoalbuminemia
Sisntesa
pritein hepar meningkat
Hiperlipidemia
Malnutrisi
|
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
|||||||||||||||||
Subyektif :
-
ibu mengatakan klien pernah
menderita sakit yang sama pada bulan agustus 2001
Obyektif :
-
nadi 148 X/menit, suhu 392 0C,
WBC 8,2 X 109/L, akral hangat, dilakukan venflow, status gizi
kurang dan edema
|
Penyakti
autoimun
Kelainan
glomerulus
Imunitas
menurun
Infeksi
meningkat
|
Resiko
tinggi infeksi
|
|||||||||||||||||
Subyektif :
-
ibu mengatakan bengkak sejak pagi
Obyektif :
-
kekuatan otot 5-5 ekstremitas
atas, 3-3 ekstremitas bawah dan klien tirah baring
|
Hipoalbuminemia
Edema
Tekanan, robekan, friksi, maserasi
Kerusakan
integritas kulit
|
Resiko
tinggi kerusakan integritas kulit
|
|||||||||||||||||
|
|
|
|||||||||||||||||
Subyektif :
-
mengatakan perut bertambah besar,
tidak mau makan karean perut sakit, tegang.
Obyektif :
-
kembung, tegang, meteorismus,
bising usus normal lemah, ascites,vvena abdomen menonjol,
|
Albuminuria
Hipoalbuminemia
Akumulasi
cairan dalam rongga abdomen
ascites
|
Nyero
(akut)
|
|||||||||||||||||
Syubyektif :
-
ibu mengatakan pasien rewel,
tidak mau dibaringkan
Obyektif :
-
menangis saat didekati perawat,
jika dibaringkan klien berontak.
|
Hospitalisasi
Tindakan
invasif Pisah dengan orang tua
Rewel,
berontak
|
Kecemasan
anak
|
Perencanaan dan Rasional
1.
Kelebihan volumecairan
berhubungan dengan hipoalbuminemia.
Tujuan kelebihan
volume cairan dapat teratsi setelah 3 hari perawatan dengan kriteria edema,
ascites, ronki tidak ada, sembab hilang, peningkatan albumin dan tanda vital
dalam batas normal
Intervensi
|
Rasional
|
1. Timbang berat badan setiap haridengan alat yang sama
2. Catat pemasukan dan pengeluaran carian
3. Monitor nadi dan tekanan darah
4. Observasi adanya perubahan edema
5. Observasi tingkat kesadaran, bunyi paru dan jantung
6. Kolaboratif : diuretik
|
Mengawasi status cairan yang baik. Peningkatan berat
badan lebih dari 0,5 kg/hari diduga
ada retensi cairan
Perlu waktu menentukan fungsi ginjal. Kebutuhan
penggantian cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan.
Takikardi dan hipertermi dapat terjadi karena
kegagalan ginjal untuk mengeluarkana urine.
Edem dapat bertambah terutama pada jaringan yang
tergantung. Edema periorbita menunjukkan adanya perpindahan cairan.
Dapat menunjukkan adanya perpindahan cairan,
akumulasi toksin, ketidak seimbangan elektrolit.
Melebarkan lumen tubular, mengurangi hiperkalemia
dan meningkatkan volume urine adekuat.
|
2.
Nyeri (akut) berhubungan dengan
akumulasi cairan dalam rongga abdomen
Tujuan nyeri
(akut) teratasi setelah 3 hari perawatan dengan kriteria secara verbal dan non
verbal nyeri berkurang atau hilang, skala 0 – 3, nadi dan tekanana darah dalam
batas normal, ascites menurun atau hilang.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Observasi lingkar abdomen setiap hari
2. Observasi nyeri (perubahan/ penambahan), kualitas, lama
3. Kaji bising usus
4. Observasi nadi dan tensi
5. Kolaboratif : diuretik
|
Penambahan lingkar abdomen dapaat memberikan
gambaran penambahan akumulasi cairan.
Perubahan dalam intensitas tidak umum tetapi dapat
menunjukkan adanya komplikasi
Penurunan bising usus dapat memperberat keluhan
nyeri dan indikasi adanya ileus
Nyeri yang hebat dapat meningkatkan nadi dan tensi
Meningkatkan pengeluaran urine yang adekuat.
|
3.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubugan dengan malnutrisi sekunder dari katabolisme protein
Nutrisi
terpenuhi sesuai kebutuhan klien setelah mendapat perawatan 3 hari dengan
kriteria edema berkurang atau hilang, albumin dalam batass normal, status gizi
baik dna mual tidak ada, porsi makan dihabiskan.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Berikan diet rendah garam dan batasi pemberiana protein 1-2 gr/kg
BB/hari
2. Kaji adanya anoreksia, muntah, diare
3. Catat intake dan output makanan secara adekuat.
4. Observasi lingkar perut, bising usus
|
Mencegah retensi natrium berlebihan dan rusaknya
hepar dan hemodinamik ginjal
Sebagai reaksi adanya edema intstinal.
Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh
Memantau fungi peristaltik usus.
|
4.
Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan imunitas yang menurun
Tujuan setelah
mendapat perawatan selama 1 minggu tidak terjadi infeksi dengan kriteria tidak
ada tanda-tanda infeksi, tanda vital dalam batas normal, tidak terjadi
phlebitis.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah perawatan
2. Lakukan tindakan invasif dengan teknik aseptik
3. Batasi pengunjung dan tempatkan klien pada ruang non infeksi
4. Observasi tanda vital : nadi dan suhu tidap 3 jam
5. Observasi tempat pemasangan venflon.
|
Mengurangi resiko terjadi infeksi nosokomial
Mengurangi resiko terjadi infeksi nosokomial
Meminimalkan kemungkinan terjadi infeksi antar
pasien dan dari luar
Nadi dan suhu yang meningkat indikator adanya
infeksi
Venflon merupaka port de entri kuman patogen
|
5.
Kecemasan anak berhubungan
dengan dampak hospitalisasi
Tujuan setelah
mendapat perawatan 3 hari kecemasan anak berkurang atau hilang dengan kriteria
secara verbal mengatakana tidak takur, tidak menangis saat didekati, kooperatif
terhadap tindakan keperawatan dan mau diajak komunikasi.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Perkenalkan diri kepada klen dan keluarga
2. Libatkan keluarga dalam perawatan klien
3. Anjurkan agar orang terdekat klien menjaganya.
4. Jelaskan kepada anak setiap tindakan yang akan dilakukan
5. Observasi adanya perubahan perilaku pada respon hospitalisasi
|
Membina hubungan saling percaya dengan klien dan
keluarga.
Menciptakan hubungan kerjasama
Memberikan rasa nyaman kepada klien
Agar anak kooperatif pada setiap tindakan
keperawatan
Merupakan pedoman dalam menentukan perlu tidaknya
perbaikan intervensi.
|
6.
Resiko tinggi kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan edema.
Tujuan setelah
dilakukan perawatan selama 1 minggu kerusakan integritas kulit tidak terjadi
dengan kriteria edema berkurang atau hilang, kulit merah, tidak terjadi lecet
dan dekubitus.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Pertahankan sprei dalam keadaan kering, bersih dan rapih.
2. Observasi lokasi yang mengalami penekanan dalam jangka waktu yang lama
3. anjurkan kepada ibu untuk setiap kali ngompol kain pengalas diganti
4. Observasi edema
|
Kelembaban yang berlebihan menimbulkan rusaknya
integritas kulit
Deteksi dini adanya kerusakan integritas kulit
Urine bersifat asama dapat mengiritasi kulit jika
kontak dalam jangka waktu yang lama
Deteksi kemungkinan bertambah paarahnya integritas
kulit.
|
Implementasi dan Evaluasi
Tanggal 17 April 2002
1.
Diagnosa keperawatan 1.
Jam
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
07.15
07.30
8.10
08.30
11.15
11.45
14.00
|
Mengukur berat badan : 16 kg
Mengobservasi edem : tungkai kanan dan kiri edema,
ascites dan edema pada kelopak mata
Produksi urine 24 jam 150 cc, kuning pekat
Memberikan injeksi lasiks 18 mg/iv
Ngompol 25 cc
Tanda vital : N 100X/mnt, T 110/60 mmHg, RR 36 X/mnt
Ibu mengatakan kalau bengkaknya belum berkurang
Minum 50 cc
Ngompol 50 cc
Tanda vital : N 115 X/mnt, T 115/75 mmHg, RR 35
X/mnt
Minum 25 cc
Bunyi napas ronki
Minum 50 cc
Balans cairan + 25 cc
|
Pukuil 14.00
S : ibu mengatakan bengkak belum menurun
O : edema periorbital, tungkai kanan dan kiri serta ascites, tanda
vital N 115 X/mnt, T 115/75 mmHg, RR 35 X/mnt, ada balans cairan, ronki pada
kedua paru.
A : masalah belum teratasi
P : intervensi no 1 – 6 masih diteruskan.
|
2.
Diagnosa keperawatan 2.
Jam
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
11.50
13.10
13.30
|
Mengobservasi bising usus : meningkat, asvites,
linkgarp erut 57 cm
Klien menangis terus kesakitan pada perut, P :
saatmakan, dipegang, Q : nyeri sekali saat dipegang, R : seluruh daerah
pereut, S : skala 8-9, T : terus menerus
Tanda vital : N 100X/mnt, T 100/60 mmHg, RR 36 X/mnt
Kolaboratif : sementara puasa, pasang NGT untuk
dekompresi, pasang lingkar abdomen
Foto thoraks : kesimpulan ileus paralitik
Hasil lab : kalium 3,7 (3,8 – 5,5).
|
Pukuil 14.00
S : ibu menanyakan mengapa perut bertambah sakit
O : bising usus 40 x/mnt, distensi, meteorismus, vena abdomen menonjol,
tanda vital N 120 X/mnt, T 110/70 mmHg, RR 40 X/mnt, klien masih menangis
terus
A : masalah belum teratasi
P : intervensi no 1 – 4 masih diteruskan, mrmasang NGT, lingkar perut
dan pasien dipuasakan.
|
3.
Diagnosa keperawatan 3.
Jam
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
08.30
11.00
12.10
13.10
|
Klien muntah, mengatakan tidak mau makan, perut
terasa sakit, ascites dan meteorismus.
Hasil lab : kalium 3,7 (3,8-5,5) ; natirum 128
(136-144), kalsium 6,66 (8,1-10,4)
Memasang infus D5 ½ saline 1150 cc/24 jam
BAB mencret 3 kali, sedikit-sedikit arnaa kehijauan
Klien dipuasakan, pasang NGT : keluar cairan warna
hijau kecoklatan 25 cc, bising usus meningkat, lingkar perut 57 cm.
|
Pukuil 14.00
S : ibu mengatakan sakit perut dan tidak mau makan
O : bising usus meningkat, puasa, infus D5 ½ S 1150 cc/24 jam, NGT ada
keluar cairan hijau kecoklatan 25 cc.
A : masalah belum teratasi
P : intervensi no 2 –4 masih diteruskan.
|
4.
Diagnosa keperawatan 4.
Jam
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
08.00
08.30
12.00
|
Memperkenalkan diri kepada pasien ,emnanyakan
kondisinya hari ini, klien masih menangis, ibu mengatakan semalam menangis
terus, rewel dan tidak mau tidur.
Saat disuntik klien berontak, mengatakan tidak mau,
menanyakan kepada ibu siapa lagi yang terdekat dengan klien (menurut ibu
bude-nya).
Melibatkan ibu untuk memasang termometer : pasien
tenang
Menjelaskan kepada ibu agar selalu ada yang menunggu
klien agar ia tidak bertambah takut
|
Pukuil 14.00
S : pasein mengatakan tidak mau pada saat akandisuntik
O : sering menangis, rewel dan berontak
A : masalah kecemasan anank belum teratasi
P : intervensi no 2, 4 dan 5 diteruskan.
|
Tanggal 18 April 2002
1.
Diagnosa keperawatan 1.
Jam
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
08.25
11.15
11.45
13.30
|
BAK 24 jam 250 cc
Memberikan injeksi lasiks 18 mg/iv
Tanda vital : N 120X/mnt, T 100/60 mmHg, RR 32
X/mnt.
Mengobservasi : ronki pada kedua paru, oksigen nasal
2 L/menit, edem palpebra, kedua tungkai, ada ascitees, bising usus 37
x/menit, meteorismus, lingkar perut 55 cm dan vena abdomen menonjol.
Foto BOF ulang
Mengukur tanda vital : N 110 X/mnt, T 115/75 mmHg,
RR 35 X/mnt
Jumlah urine 100 cc, input 250 cc, balans : :
kelebihan 150 cc
|
Pukuil 14.00
S : ---
O : BB 15,5 kg, edema palpebra, tungkai kanan dan kiri serta ascites,
lingkar perut 55 cm, hasil BOF kesimpulan meteorismus
A : masalah kelebiahn volume cairan belum teratasi
P : intervensi no 1 – 6 masih diteruskan.
|
2.
Diagnosa keperawatan 2.
Jam
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
08.00
|
Ibu mengatakan anak sudah tidak terlalu sakit pada
pe perutnya, saat dipegang perutnya anak lebih tenang dari hari kemarin,
skala 7-8
Lingkar perut 55 cm, masih ascites, meteorismus,
bising usus 37 x/menit, cairan keluar dari NGT warna kehijauan (25 cc/24
jam), flastus ada.
|
Pukuil 14.00
S : anak kadang masih mengeluh sakit jika perut agak ditekan
O : skala 7 – 8, bising usus 37 x/mnt, meteorismus, tanda vital N 110
X/mnt, T 115/75 mmHg
A : masalah belum teratasi
P : intervensi diteruskan,
|
3.
Diagnosa keperawatan 3.
Jam
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
10.15
12.30
|
Infus D5 ½ saline 1500 cc/24 jam, dicoba minum
sedikit-sedikit, NGT ditutup, tidak mual.
Menjelaskan kepada ibu bahwa anak boleh dicoba minum
sedikit-sedikit, bila muntah dihentikan
Ibu mengatakan tadi pagi klienmencret dua kali warna
hijau kecoklatan, ada flastus.
Mengobservasi bising usus 37 x/menit, lingkar perut
55 cm.
|
Pukuil 14.00
S : ibu mengatakan sudah memberi minum 5 sendok
O : bising usus dan flastus ada, mencret dua kali, masih minum sedikit
– sedikit, infus D5 ½ S 1500 cc/24 jam,.
A : masalah nutrisi kurang belum teratasi
P : intervensi diteruskan.
|
4.
Diagnosa keperawatan 4.
Jam
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
09.45
11.00
11.30
|
Anak rewel, minta jalan-jalan, menjelaskan kepada
ibu agar anak digendong sebentar, mungkin anak rewel karena bosan harus
berbaring terus
Saat didekati perawaat anak tidak lagi berontak.
Keluarga berkunjung, ada yang membawakan boneka :
anak mulai bermaian dengan bonekanya.
Saat akan dilakukan pengukuran suhu dan tekanan
darah klien mengatakan tidak mau dan menangis
|
Pukuil 14.00
S : ibu mengatakan anak minta jalan-jalan dan kalau tidak dituruti akan
mengamuk
O : saat akan diperiksa anak menangis dan tidak mau, mulai bermain
dengan bonekanya, saat didekati perawat anak tidak berontak
A : masalah kecemasan anak mulai teratasi sebagian
P : intervensi no 2, 4 dan 5 diteruskan. Tingkatkan kunjungan dan
komunikasi pada klien
|
Tanggal 19 April 2002
1.
Diagnosa keperawatan 1.
Jam
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
08.30
09.00
10.15
12.15
13.30
|
BAK 24 jam 500 cc
Tanda vital : N 110X/mnt, T 100/60 mmHg, RR 24
X/mnt.
Mengobservasi : ronki tidak ada, edema pada
palpebra, kedua tungkai, kedua lengan dan ada ascitees, lingkar perut 53 cm
dan BB 15,5 kg.
Memberikan injeksi lasix 18 mg/iv
Melaksanakan advis dokter infus aminofusin 200
cc/hari, D5 ½ saline 1200 cc/24jam.
Mengukur tanda vital : N 105 X/mnt, T 110/70 mmHg,
RR 25 X/mnt, ibu mengatakan anak mulai membaik dan ingn cepat pulang,
menjelaskan kepada ibu bahwa perawatan klien dengan kasus seperti ini
memerlukan kesabaran, sehingga perawatan dapat diberikan secara tuntas.
Balans cairan kelebihan 75 cc
|
Pukuil 14.00
S : ibu mengatakan anak mulai tampak membaik
O : edema palpebra, lengan dan ascites, lingkar perut 53 cm, BB 15,5
kg, tidak ada ronki, tanda vital N 105 x/mnt, T 100/70 mmHG, RR 25 X/menit
A : masalah kelebihan volume cairan teratasi sebagian
P : intervensi diteruskan.
|
2.
Diagnosa keperawatan 2.
Jam
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
09.00
|
Ibu mengungkapkan keluhan sakit perut anaknya sudah
berkurang
Mengobservasi : Lingkar perut 53 cm, masih ascites,
bising usus 35 x/menit, meteorismus, saat dipalpasi anak tidak menunjukan
wajah kesakitan, skala 1 – 3.
|
Pukuil 14.00
S : ibu mengungkapkan keluhan sakit perut pada anaknya sudah berkurang
O : bising usus 35 x/mnt, meteorismus, dan masih ascites
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan,
|
3.
Diagnosa keperawatan 3.
Jam
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
08.45
09.10
12.30
|
Iibu mengatakan pagi ini anak BAB mencret 1 kali dan
tidak muntah, tidak mual.
Mengobservasi bising usus 35 x/menit, lingkar perut
53 cm, masih ascites, infus aminofusin 200 cc/hari dan D5 ½ saline 1200
cc/hari
Tidak ada muntah
|
Pukuil 14.00
S : ibu mengatakan pagi ini BAB 1 x mencret, itdak muntah
O : bising usus dan flastus ada, BB 15,5 kg, lingkar perut 53 cm, infus
jalan lancar.
A : masalah nutrisi kurang belum teratasi
P : intervensi diteruskan.
|
4.
Diagnosa keperawatan 4.
Jam
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
09.00
|
Anak tampak tenang, jiak ditanaya dapat mengatakan
yan dan tidak, saat akan diberikan injeksi dan dikatakan kalau suntikan lewat
slang, klien tidak mengatakan takut dan tidak berontak. Klien bermain dengan
boneka.
|
Pukuil 14.00
S : ---
O : anak menjawab saat ditanaya, mulai kooperatif dengan tindakan
keperawatan, tampak bermain dengan bonekanya
A : masalah kecemasan anak teratasi
P : intervensi dihentikan
|
Tanggal 20 April 2002 (Sabtu)
Catatan dari status
S : tidak ada nyeri peut, muntah dan BAB juga tidak ada, BAK dan
flastus positif.
O : kompos mentis, edem periorbital kiri dan kanan, edem tungkai
menurun, lengan, tidak ada ronki dan whezeeng, BB 16 kg, masih ascites, bising
usus postif dan normal, distensi menurun, masih meteorismus, tidak ada nyeri
tekan.
Terapi : infus D 5 % 50 cc/hari, Cefotaxim 3 X 1 gram iv, lasix 3 X
18 mg iv, diet TKTPRG 1200 cc + 32 gram protein, diet sonde tiap 2 jam 20 cc,
susu tiap 1 jam 10 cc.
Tanggal 21 April 2002 (Minggu)
Catatan dari status
S : BAB positif, tidak ada nyeri peut, muntah, tidak rewel dan
flastus positif.
O : edem periorbital kiri dan kanan, edem tungkai menurun, lengan,
tidak ada ronki dan whezeeng, BB 15 kg, masih ascites, bising usus postif dan
normal, N 109 x/mwnit, T 105/70 mmHg, RR 27 X/menit, abdomen supel.
Terapi : infus habis lepas, Cefotaxim 3 X 1 gram iv, lasix 3 X 16 mg
iv, kalk 3 X 1 (po), prednison 3-2-2 (po), diet sonde 1250 kkal + 30 gram
protein tiap 2 jam 20 cc, susu tiap 1 jam 20 cc.
Tanggal 22 April 2002
1.
Diagnosa keperawatan 1.
Jam
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
08.45
09.15
11.50
12.30
|
BAK 24 jam 550 cc, BB 15 kg.
Mengobservasi : ronki tidak ada, edema pada
palpebra, lingkar perut 50 cm dan supel.
Menjelaskan kepada ibu minum per oral susu # X 200
cc, air putih maksimal 1 L/hari.
Memberikan injeksi Lasix 16 mg iv
Mengukur tanda vital : N 100 X/mnt, T 115/70 mmHg,
RR 22 X/mnt
Mengukur tanda vital : N 110 X/mnt, T 110/75 mmHg,
RR 22 X/mnt
Bak 250 CC
Balans cairan
Cm = 250
CC
Ck = 300 cc selisih 50 cc
|
Pukuil 14.00
S : ---
O : edema periorbita, asicites menurun, supel, lingkar perut 50 cm,
balans cairan (-) 50 cc, hasil lab : urine ginjal mikroskopis albumin (=) 4,
urin e profil : protein 150 mg/dl (++), pH 8,0 dan Sg 1,010
A : masalah kelebihan volume cairan teratasi sebagian
P : intervensi 1 – 6 diteruskan.
|
2.
Diagnosa keperawatan 3.
Jam
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
08.40
12.30
|
Perut supel, flastus positif, bising usus 27
x/menit, BAB 1 kali agak lembek,
Klien makan bubur kasar/nasi lunak habis 1 porsi
Terapi : diet nasi lunak 1300 kkal, 32 gram protein,
bubur kasar 3 x/hari, susu 3 X 200 cc
Klien makan nasi, lauk dan sayur habis 1
porsi, ibu mengatakan sejak kecil tidak begitu suka dengan susu sehingga saat
ini sulit minum susu. Ibu juga mengatakan klien makan sudah habis 1 porsi,
tidak ada muntah dan menceret.
|
Pukuil 14.00
S : ibu mengatakan kien tidak muntah, mencret dan setiap kali makan
selalu habis
O : bising usus 20 x/mnt, flastus positif, ascites menurun, perut
supel, hasil lab. Total protein 5,4 g% (6,20-8) ; albumin 3,2 gr% (3,6-5) dan
globulin 2,2 gr% (2,6-3)
A : masalah nutrisi teratasi sebagian
P : intervensi 1 – 4 diteruskan
|
DAFTAR PUSTAKA
Berhman & Kliegman (1987), Essentials of Pediatrics, W. B
Saunders, Philadelphia.
Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih
bahasa Made Kariasa, EGC, Jakarta
Matondang, dkk. (2000), Diagnosis Fisis Pada Anak, Sagung
Seto, Jakarta
Ngastiyah, (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Rusepno, Hasan, dkk. (2000), Ilmu Kesehaatan Anak 2,
Infomedica, Jakarta
Tjokronegoro & Hendra Utama, (1993), Buku Ajar Nefrologi,
Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
-------, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr.
Soetomo-Lab/UPF IKA, Surabaya.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
1.3 Konsep Nefrotik Syndrome (NS)
1.
Pengertian.
2.
Etiologi
b.
Nefrotic syndrome bawaan.
c.
Nefrotic syndrome sekunder
d.
Nefrotic syndrome idiopatik
e.
Sklerosis glomerulus.
3.
Patofisiologi.
|
||||||||||
|
||||||||||
1.4 Konsep Asuhan Keperawatan pada Nefrotic Syndrome
- Pengkajian
- Diagnosa dan Rencana Keperawatan.
- Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein
sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
- Perubahan nutrisi ruang dari kebutuhan berhubungan dengan
malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu
makan.
- Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang
menurun.
- Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang
asing (dampak hospitalisasi).
Komentar
Posting Komentar